Akibat kesalahan elementer
Tak mengherankan kalau kebanyakan orang serta merta
menolak ajakan mengikuti kegiatan olahraga rafting
ini. Sebab, ia sudah telanjur dicap sebagai olahraga
"pembawa maut" menyusul berbagai event
olahraga yang dipopulerkan di tanah air sejak
1970-an acap berakhir dengan timbulnya korban jiwa.
Citarum Rally yang diselenggarakan kelompok pencinta
alam dari Bandung, misalnya, berakhir dengan menelan
tujuh korban jiwa, sekaligus!
Penyebab
peristiwa tragis itu sangat elementer dan naif. Para
peserta minim pengetahuan, pengalaman, dan peralatan
penunjang. Minimnya pengetahuan tampak pada peserta
yang mengikat tubuhnya pada perahu. "Begitu
perahu terbalik, mereka tak bisa berbuat apa-apa.
Alhasil, seluruh penumpangnya meninggal," ujar
Lody Korua, direktur utama PT Lintas Jeram
Nusantara, pengelola biro wisata arung jeram, Arus
Liar, antara lain untuk Sungai Citarik, Jawa Barat.
Ibarat orang yang baru belajar naik sepeda motor,
tiba-tiba langsung ikut balapan, tanpa perlengkapan
memadai lagi! "Kalau perlengkapannya memadai,
paling-paling yang hancur motor dan perlengkapannya.
Tapi ini, helm saja tidak pakai. Ya, wajar dong
kalau timbul korban," tambah pria mantan
pengarung jeram profesional dari Mapala UI.
Reputasi olahraga arung jeram di tanah air
langsung terpuruk dengan adanya peristiwa-peristiwa
itu. Perkembangannya pun lalu tersendat-sendat.
Berbagai izin perlombaan dipersulit, bahkan sempat
dilarang.
Ketika pada 1980-an beberapa kelompok orang
mencoba menghidupkan kembali kegiatan olahraga ini,
korban masih saja berjatuhan, beruntun lagi!
Penyebabnya sama, soal keterampilan dan peralatan.
Atau, kesalahan menyiasati karakter sungai berjeram
yang diarungi (baca pula Lain
Jeram Lain Pengarungnya).
Masih belum "kapok" juga, sekitar awal
dekade 1990-an, kata Lody, diselenggarakan Lomba
Kali Progo II. Izin dari polisi maupun pemda
setempat tak ada, tapi pihak berwenang juga tidak
melarang. "Bikin saja, kita pura-pura tidak
tahu," demikian kata mereka. Lomba itu pun pada
akhirnya menyisakan cerita tragis tentang
meninggalnya empat orang: dua penonton dan dua
peserta sewaktu latihan. Penonton yang tewas itu
karena ikut-ikutan berarung jeram menggunakan ban
dalam mobil!
Lembaran hitam masih terus membayangi kegiatan
itu. Sebulan setelah peristiwa di Kali Progo,
ekspedisi Sungai Mamberamo - gabungan Kopassus dan
sebuah klub pecinta alam - menambah panjang daftar
noktah hitam dunia arung jeram dengan meninggalnya
tujuh anggota ekspedisi. Dua korban sempat ditemukan
mayatnya, lainnya hilang.
Ketinggalan 10 tahun
Dari
segi risikonya, arung jeram memang termasuk olahraga
high risk. "Namun olahraga ini 'kan sama
saja dengan olahraga menantang maut lainnya, semisal
terjun payung," kata Lody. Jadi, kalau mau
jujur, kesalahan bukan terletak pada olahraganya,
tetapi manusianya! Apalagi, Lody mengakui, dunia
arung jeram Indonesia sebenarnya terlambat 10 tahun
dibandingkan dengan negara lain macam Amerika
Serikat, misalnya. Selama itu tentu sudah banyak
diterbitkan buku pintar soal arung jeram. "Tapi
mungkin kendala bahasa membuat kita belajar
sendiri," ungkap lelaki berusia kepala empat
ini.
Di AS rafting termasuk olahraga populer,
dan bahkan laris dibisniskan. Di Colorado, misalnya,
bisnis di bidang ini termasuk penyumbang terbesar
pendapatan negara bagian itu. Bahkan, olahraga air
ini sempat menggugah inspirasi sutradara Curtis
Hanson untuk menjadikannya sebagai setting
background dalam film River Wild yang
dibintangi Meryl Streep. "Arung jeram bukan
seperti sepeda gunung yang mengikuti trend
saja," kata suami Amalia Yunita ini.
Sementara arung jeram di beberapa negeri lain
sudah begitu maju dan bahkan menyumbang devisa, di
tanah air malah menghasilkan korban. Maka suatu
ketika berkumpullah para pencinta dan pelaku arung
jeram dari berbagai klub guna membentuk wadah
organisasi yang kemudian diberi nama Federasi Arung
Jeram Indonesia. Wadah ini mencoba menyatukan
persepsi tentang seluk-beluk olahraga arung jeram di
antara mereka.
Sebelumnya, menurut Lody, masing-masing klub
memiliki pengertian dan persepsinya sendiri. Malah
ada yang punya pandangan, penyebab kecelakaan itu
gara-gara unsur supranatural. "Kalau ada korban
di sungai anu, ada yang bilang, 'Wah, sungainya
angker!' Aneh 'kan itu?" cerita Lody sembari
menambahkan, hingga saat ini sudah terbentuk delapan
pengda (pengurus daerah).
Bersamaan dengan itu pada tahun 1992 bisnis arung
jeram mulai menapak. Tapi sebenarnya, cikal bakal
bisnis arung jeram sudah dimulai oleh Sobek
International di penghujung dekade 1980-an. Ketika
itu mereka menggarap jeram Sungai Alas di Aceh.
(Sobek International yang bermarkas di Colorado, AS,
terdiri dari sekumpulan rafter profesional
yang melanglang buana mencari jeram potensial untuk
dibisniskan. Setiap kali menemukan jeram potensial,
mereka akan mendidik guide alias pemandu dari
daerah sekitar sampai terampil sebelum mereka pergi
mencari jeram baru di tempat lain.)
Mulanya, peminat arung jeram kebanyakan para
ekspatriat dan wisatawan asing yang sudah mengenal
lebih dulu olahraga itu di negeri asalnya. Para
ekspatriat inilah yang mendorong Lody mulai
membisniskan jeram. "Saya sudah memiliki dua
perahu dan teman-teman warga asing di Jakarta itu
siap membantu pendanaannya. Mereka juga yang
meyakinkan saya, ketika saya pesimistis dengan
bisnis ini," cerita Lody, kelahiran Surabaya
dan besar di ibukota. Namun lambat laun olahraga
arung jeram memancing minat orang kita untuk
mencoba.
Kunci selamat, aba-aba pemandu
Arung
jeram sebenarnya perpaduan antara olahraga,
rekreasi, petualangan, dan pendidikan. Unsur
rekreasi terletak pada usaha mengatasi rasa takut.
Selain itu, alam sekitar sungai juga menyuguhkan
pemandangan yang lain dengan suasana keseharian bagi
orang kota; suasana yang bisa menyegarkan pikiran
yang sehari-hari sarat dengan rutinitas.
Berbasah-basah ria sambil terpapar sinar matahari
merupakan sensasi rekreatif lain yang jarang dialami
dalam kehidupan sehari-hari.
Peminat arung jeram, apalagi yang baru pertama
kali nyebur, rata-rata merasa gamang. Mereka
was-was menghadapi kemungkinan terlempar dari
perahu. Karena itu pengarung jeram dituntut selalu
waspada untuk siap menerima situasi yang tak
terduga. Inilah antara lain sifat kepetualangannya.
Unsur pendidikan terletak pada tuntutan kerja
sama antarpenumpang perahu. Dalam arung jeram tak
dikenal istilah penumpang VIP atau bukan VIP. Semua
sama-sama menggunakan helm, memegang dayung, dan
menggunakan pelampung. Semua harus tunduk pada
aba-aba sang pengemudi alias pemandu yang duduk di
belakang karena dialah yang bertanggung jawab atas
keselamatan penumpang.
Tak mudah untuk bisa menjadi pemandu arung jeram.
Dalam situasi ekstrem, ia dituntut mampu melajukan
perahu tanpa bantuan penumpang lain. Arus Liar,
misalnya, melatih para pemandu selama dua bulan
untuk latihan dasar. Tapi itu pun tergantung
kemampuan individu. "Ada yang selama delapan
bulan masih menjalani pelatihan," kata anak
tunggal Wim Korua dan A.D.R. Rambitan itu. Selama
itu mereka belum boleh membawa penumpang tapi hanya
mengapungkan perahu rescue. "Dengan
begitu mereka tahu daerah mana saja yang rawan dan
bagaimana tindakan penyelamatannya," tambah
Lody.
Sebagai pemandu, mereka dituntut untuk menularkan
ilmunya kepada peserta arung jeram dalam waktu
sekitar seperempat jam. Langkah ini sangat
menentukan sukses tidaknya pengarungan nantinya.
Kepiawaian pemandu mengurangi rasa takut, menekankan
pentingnya kerja sama, dan meminta partisipasi
tenaga calon penumpang akan sangat membantunya,
terutama ketika melewati jeram berbahaya.
Kunci keselamatan dalam berarung jeram hanya
satu, ikuti instruksi pemandu. Aba-aba itu tidak
banyak, maju, mundur, kiri, kanan, stop, dan boom.
"Maju" atau "mundur" berarti
mendayung perahu ke depan atau ke belakang.
"Kiri" atau "kanan" artinya
hanya penumpang sisi kiri atau sisi kanan perahu
yang boleh mendayung. "Stop" memerintahkan
seluruh penumpang berhenti mendayung dan dalam
posisi siap, yakni dayung (padle) dipangku
dan ujungnya dipegang dengan telapak tangan.
Sedangkan boom itu aba-aba untuk menyuruh
penumpang merunduk karena di depan ada alangan yang
mengancam kepala penumpang.
Di luar itu, pengetahuan soal perilaku sungai
amatlah penting. Apa yang ditulis oleh Raymond
Bridge, salah seorang gembong arung jeram dunia,
menyuratkan hal itu, "Hal paling penting
menyelamatkan nyawa selama rafting adalah
mengenali diri sendiri serta memperhatikan sesuatu
yang belum diketahui. Sungai punya berbagai tipu
daya ... pelajari hal itu dengan seksama."
Dari sebuah buku pintar rafting ada hal
yang harus diingat selama berarung jeram, yakni
RIDE: Read (membaca), Identify
(mengenal), Decide (memutuskan), Execute
(melaksanakan). Jadi, selama berjam-jam berarung
jeram, setiap penumpang dituntut selalu waspada
terhadap jalur pengarungan sambil mengenali medan di
sekitarnya. Pada saat tertentu mereka harus
menentukan tindakan sambil melaksanakannya, semisal
aba-aba dari kapten (kapten merupakan istilah yang
biasa dipakai dalam arung jeram profesional.
Sedangkan dalam wisata arung jeram, kapten disebut
pemandu).
Kejadian di Sungai Unda, Klungkung, Bali, awal
1996 bisa menjadi cermin, betapa petaka di sungai
seperti pencuri yang datang tanpa permisi. Dua puluh
delapan penumpang dalam enam perahu cerai-berai
lantaran air deras tiba-tiba saja datang dari
buritan. Tiga wisatawan asing asal Hongkong tewas
dan sekurangnya empat wisatawan lainnya cedera.
Petaka terjadi lantaran di daerah hulu sungai turun
hujan deras. Padahal, cuaca di tempat mereka
berarung jeram cukup cerah.
Dari mulut ke mulut
Saat ini sudah banyak perusahaan wisata arung jeram.
Namun, menurut Lody, banyak pula yang sudah tinggal
nama. Di Jakarta saja ada sekitar lima perusahaan
antara lain Arus Liar, BJ's Rafting, dan Cherokee.
Mereka menggarap jeram-jeram sungai di Jawa Barat,
seperti Sungai Cimandiri, Citarik, dan Cikandang.
Sementara di Bali, bisnis jeram yang sudah sejak
1988 ada sekitar sembilan operator dengan daerah
operasi Sungai Ayung dan Unda.
Tidak gampang memang membisniskan jeram. Tak bisa
pula dipungkiri, arung jeram lebih berisiko
dibandingkan dengan olahraga menantang maut lainnya,
semisal bungy jumping. Perilaku alam menjadi
tantangan yang harus dijinakkan. Untuk itu
pengenalan karakter dan jeram sungai menjadi sangat
vital dan bisa memakan waktu lama. Sobek Bina Utama
di Bali, misalnya, menghabiskan waktu dua tahun
untuk pengenalan dan uji coba sampai akhirnya bisa
"menjual" jeram Sungai Ayung (27 km utara
Denpasar) kepada wisatawan.
Peminat olahraga wisata arung jeram harus merogoh
kocek relatif dalam. Sebagai gambaran, wisata arung
jeram di Sungai Citarik, Sukabumi, misalnya, mereka
harus membayar Rp 97.000,- per kepala untuk paket
setengah hari (jarak tempuh 11 km), atau Rp
175.000,- per kepala untuk paket dua hari (23 km).
Semua itu paket biaya di akhir pekan atau hari
libur, sudah termasuk fasilitas perlengkapan arung
jeram, pemandu, makan siang, minuman di perjalanan,
transporatsi lokal, asuransi, dan sertifikat.
Mahasiswa mendapat biaya khusus, kecuali hari libur.
Satu perahu memuat minimal empat orang di luar
pemandu.
Perlengkapan yang harus dibawa peserta berupa
sandal gunung, T-shirt, celana, kacamata
hitam, krim pelindung matahari, dan baju ganti.
Awalnya, pangsa pasar arung jeram adalah
wisatawan asing. Itu sebabnya arung jeram di Bali
sudah sejak lama bisa dijual.
Sedangkan bisnis arung jeram di sungai-sungai di
Jawa Barat itu pada saat yang sama belum
menjanjikan. Antara lain karena peminat arung jeram,
yang sebagian besar warga Jakarta, baru bisa
melakukan kegiatannya pada akhir pekan atau hari
libur.
Namun, setelah pasar atau peminat mulai tumbuh -
tidak terbatas warga asing - muncullah BJ's Rafting
yang mencoba mengelola bisnis arung jeram di Sungai
Citarik setelah melakukan survai selama 1990 - 1993.
Kegiatan arung jeram di sungai itu pun dulunya
dilakukan oleh pencinta arung jeram yang sesekali
melibatkan warga asing. Begitu pasar semakin tumbuh
- lewat promosi dari mulut ke mulut atau brosur yang
dibagikan ke berbagai perusahaan di sepanjang Jl.
Thamrin dan Jl. Sudirman, Jakarta - bermunculanlah
perusahaan wisata arung jeram. Salah satunya Arus
Liar, yang merupakan "sempalan" dari BJ's
Rafting.
Sebenarnya banyak sungai berjeram di Indonesia
yang berpotensi untuk dijual. Di Jawa Tengah, selain
Sungai Progo, ada Sungai Serayu yang belum lama ini
digunakan sebagai ajang lomba arung jeram. Di
Lumajang, Jawa Timur, terdapat Sungai Ireng-ireng
dan sudah mulai dilirik investor.
Nah, daripada hanya membayangkan nikmatnya
berarung jeram ria, kenapa tidak mencoba saja? (Yds.
Agus Surono)
|